Selasa, 27 Mei 2008

kritik atas itung2an Mr. Kwik Kian Gie

Sore ini baru saja mendapatkan link ke halaman itung2 ekonomisnya pak Kwik Kian Gie tentang harga BBM. FYI, pas today dialogue di MetroTV dalam rangka harkitnas, dia ngeluarin itung2an yang mengejutkan karena menurut dia sebenernya Indonesia untung, bukan rugi. Akhirnya dapet juga, udah cari beberapa lama, eh tadi ada yang gak sengaja nunjukin ke aku. Untung deh.

Kalo mo liat halaman web aslinya, bisa diklik disini.

Tapi, karna aku berbaik hati, maka aku taruh disini ya… soale aku mau mengkritiki itung2an beliau. Dulu pas dia ngomong kalo Indonesia seharusnya tidak perlu menaikkan harga BBM, aku agak ragu. Dan kalo itung2an ini memang benar punya dia.. maka semoga analisa-ku ini tidak salah ya…

Silahkan menikmati..

Istilah Subsidi BBM Menyesatkan. Mengapa Dipakai Untuk Menaikkan Harga Lagi?? (Artikel 1)
Kamis, 15 Mei 08

Dalam tulisan ini saya membuat beberapa kalkulasi tentang jumlah uang yang masuk karena penjualan BBM dan uang yang harus dikeluarkan untuk memproduksi dan mengadakannya. Hasilnya pemerintah kelebihan uang. Mengapa dikatakan pemerintah harus mengeluarkan uang untuk memberi subsidi, sehingga APBN-nya jebol. Dan karena itu harus menaikkan harga BBM yang sudah pasti akan lebih menyengsarakan rakyat lagi setelah kenaikan luar biasa di tahun 2005 sebesar 126%.

Mari kita segera saja melakukan kalkulasinya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Menteri Ani) memberi keterangan kepada Rakyat Merdeka yang dimuat pada tanggal 24 April 2008.

Angka-angka yang dikemukakannya adalah angka-angka yang terakhir disepakati antara Pemerintah dan DPR, yang sekarang tentunya sudah ketinggalan lagi.

Maka dalam perhitungan yang saya tuangkan ke dalam tiga buah Tabel Kalkulasi saya menggunakan angka-angkanya Menteri Ani yang diperlukan untuk mengetahui berapa persen bagian bangsa Indonesia dari minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi Indonesia. Berapa jumlah penerimaan Pemerintah dari Migas di luar pajak. Jadi yang saya ambil angka-angka yang masih dapat dipakai walaupun banyak angka yang sudah ketinggalan oleh perkembangan, seperti harga minyak mentahnya sendiri. Angka kesepakatan antara Pemerintah dan Panitia Anggaran harga minyak masih US$ 95 per barrel. Sekarang sudah di atas US$ 120. Saya mengambil US$ 120 per barrel.

Keseluruhan data dan angka yang menjadi landasan kalkulasi saya tercantum dalam tabel-tabel kalkulasi yang bersangkutan.

Setiap Tabel kalkulasi sudah cukup jelas. Untuk memudahkan memahaminya, saya jelaskan sebagai berikut.

Menteri Ani antara lain mengemukakan bahwa lifting (minyak mentah yang disedot dari dalam perut bumi Indonesia) sebanyak 339,28 juta barrel per tahun. Dikatakan bahwa angka ini tidak seluruhnya menjadi bagian Pemerintah. (baca : bagian milik bangsa Indonesia). Kita mengetahui bahwa 90% dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Maka mereka berhak atas sebagian minyak mentah yang digali. Berapa bagian mereka? Menteri Ani tidak mengatakannya. Tetapi kita bisa menghitungnya sendiri berdasarkan angka-angka lain yang dikemukakannya, yaitu sebagai berikut.

Menteri Ani memberi angka-angka sebagai berikut.

Lifting : 339,28 juta barrel per tahun
Harga minyak mentah : US$ 95 per barrel
Nilai tukar rupiah : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas diluar pajak : Rp. 203,54 trilyun.

Dari angka-angka tersebut dapat dihitung berapa hak bangsa Indonesia dari lifting dan berapa persen haknya perusahaan asing. Perhitungannya sebagai berikut.

Hasil Lifting dalam rupiah : (339.280.000 x 95) x Rp. 9.100 = Rp. 293,31 trilyun.

Penerimaan Migas Indonesia : Rp. 203,54 trilyun. Ini sama dengan (203,54 : 293,31) x 100 % = 69,39%. Untuk mudahnya dalam perhitungan selanjutnya, kita bulatkan menjadi 70% yang menjadi hak bangsa Indonesia.

Jadi dari sini dapat diketahui bahwa hasil lifting yang miliknya bangsa Indonesia sebesar 70%. Kalau lifting seluruhnya 339,28 juta barrel per tahunnya, milik bangsa Indonesia 70% dari 339,28 juta barrel atau 237,5 juta barrel per tahun.

Berapa kebutuhan konsumsi BBM bangsa Indonesia? Banyak yang mengatakan 35,5 juta kiloliter per tahun. Tetapi ada yang mengatakan 60 juta kiloliter. Saya akan mengambil yang paling jelek, yaitu yang 60 juta kiloliter, sehingga konsumsi minyak mentah Indonesia lebih besar dibandingkan dengan produksinya.

Produksi yang haknya bangsa Indonesia : 237,5 juta kiloliter.

Konsumsinya 60 juta kiloliter. 1 barrel = 159 liter. Maka 60 juta kiloliter sama dengan 60.000.000.000 :159 = 377,36 juta barrel.

Walaupun kesepakatan antara Pemerintah dan DPR seperti yang dikatakan Menteri Ani tentang harga minyak mentah US$ 95 per barrel, saya ambil US$ 120 per barrel.

Walaupun kesepakatan antara Pemerintah dan DPR seperti yang diungkapkan Menteri Ani tentang nilai tukar adalah Rp. 9.100 per US$, saya ambil Rp. 10.000 per US$.

Tabel III (click tabel)

Hasilnya seperti yang tertera dalam Tabel III, yaitu Pemerintah kelebihan uang tunai sebesar Rp. 35,71 trilyun, walaupun dihadapkan pada keharusan mengimpor dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rakyatnya. Produksi minyak mentah yang menjadi haknya bangsa Indonesia 237,5 juta barrel. Konsumsinya 60 juta kiloliter yang sama dengan 377,36 juta barrel. Terjadi kekurangan sebesar 139,86 juta barrel yang harus dibeli dari pasar internasional dengan harga US$ 120 per barrelnya dan nilai tukar diambil Rp. 10.000 per US$. Toh masih kelebihan uang tunai.

Tabel I (click tabel)

Apalagi kalau kita merangkaikan semua data kesepakatan terakhir antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran DPR. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Ani kepada Rakyat Merdeka tanggal 24 April yang lalu kesepakatannya adalah sebagai berikut.

Lifting : 339,28 juta barrel per tahun
Harga : US$ 95 per barrel
Nilai tukar : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas di luar pajak : Rp. 203,54 trilyun.

Kalkulasi tentang uang yang harus dikeluarkan dan uang yang masuk seperti dalam Tabel I.

Kita lihat dalam Tabel I tersebut bahwa kelebihan uang tunainya sebesar Rp. 82,63 trilyun. Ketika itu Pemerintah sudah teriak bahwa kekurangan uang dalam APBN dan minta mandat dari DPR supaya diperbolehkan menggunakan uang APBN sebesar lebih dari Rp. 100 trilyun, yang disetujui oleh DPR.

Tabel II (click tabel)

Dalam Tabel II saya mengakomodir pikiran teoretis dari Pemerintah yang mengatakan bahwa Pertamina harus membeli minyak mentahnya dari Menteri Keuangan dengan harga internasional yang dalam kesepakatan antara Pemerintah dan Panitia Anggaran US$ 95 per barrel dan nilai tukar ditetapkan Rp. 9.100 per US$.

Seperti dapat kita lihat, hasilnya memang Defisit sebesar Rp. 122,69 trilyun. Tetapi uang yang harus dibayar oleh Pertamina kepada Menteri Keuangan yang sebesar Rp. 205,32 trilyun kan milik rakyat Indonesia juga? Maka kalau ini ditambahkan menjadi surplus, kelebihan uang yang jumlahnya Rp. 82,63 trilyun, persis sama dengan angka surplus yang ada dalam Tabel 1.

Udah? Keliatannya bener y? itu belum semua.. aku potong, karena bawahnya agak gak penting (untuk konteks ini). Saya rekomendasikan anda untuk klik link yang saya berikan diatas, supaya dapat membaca lebih komprehensif.

Lalu, untuk ngebantu visualisasinya, liat data dari tabel-3 nya. Saya pikir menggunakan tabel ini saja sudah cukup.

Berikut analisa ku, atas kesalahan perhitungan Bapak Kwik Kian Gie:

  • Lifting Indonesia: 339,28 Juta Barrel per tahun, ekuivalen dengan Rp.293,31 trilyun
  • Penerimaan Migas Indonesia : Rp.203,54 Trilyun

Apa itu maksudnya? Berarti secara logis, seluruh persediaan minyak yang kita produksi sudah dirubah menjadi uang. Sehingga pada saat kita telah memiliki uang sebesar Rp203,31 Trilyun itu, kita sudah tidak memiliki minyak sama sekali.

Betul gak?..

Trus, masih di tabel 3, turun lagi ke bagian “impor netto”. Kebutuhan kita sebesar 377,36 Juta barrel. Nah, salahnya disini ni… kan tadi kita udah gak punya minyak lagi,,, kan udah diganti jadi duit… (sebesar Rp.203,31 T).. jadi seharusnya Hak Milik Indonesia = O.

Oleh karena itu, seluruh kebutuhan Indonesia harus di-impor. Ya kan?

Nah, let’s do the math..

  • Kebutuhan : 377.360.000 barrel * $120/barrel * Rp.9.100/$ = Rp 412 Trilyun (tepatnya 412.077.120.000.000)
  • Penerimaan migas : Rp.203,54 Trilyun

Lalu..

Uang yang dibutuhkan pemerintah Indonesia untuk membiayai minyak adalah sekitar Rp.208 Trilyun (tinggal dikurangi aja: kebutuhan - penerimaan migas). Nah padahal APBN Indonesia “Cuma” 900-an. Jadi sekitar 20% an lah.

Ya kan? Keliatan kan salahnya. Kesalahan perhitungan Pak kwik Kian Gie ada pada perhitungan ganda hak minyak Indonesia. Kalau sudah diganti menjadi satuan moneter, berarti tidak ada lagi minyak punya.. kita kan harus konsisten dan logis dalam menghitungnya. Ya tak?

Tambahan:

Berikut ini adalah tambahan data, aku dapetnya dari komentar2 yang ada di web yang menayangkan tulisan pak Kwik, tapi ada sumbernya kok… dari sini nih: http://ananta.wordpress.com/2008/05/16/data-seputar-bbm/

Asumsi-asumsi yang lupa dipertimbangkan oleh Pak KKG (menurut si penulis):

  • Tidak semua minyak mentah dapat diolah menjadi bensin. Rovicky menuliskan dari 1 barrel minyak mentah, hanya sekitar 0.35 barrel saja yang bisa diolah menjadi bensin. Angka itu sendiri tidak baku, karena masih ditentukan oleh kualitas minyak mentah itu sendiri.
  • Mengolah minyak mentah menjadi bensin memerlukan biaya tambahan lagi. Seperti transportasi, pengilangan, dan penyulingan. (seperti juga dikatakan Rizal Abi Yudo – Geologi UGM ’05)
  • Eksplorasi minyak di Indonesia 90 % dikuasai oleh perusahaan asing. Tentunya kita harus memasukkan faktor perjanjian ‘pembagian jatah’.
please kindly leave your comment ya......

Note: tulisanku lebih merupakan asumsi ketimbang apa yang terjadi secara riil. tidak semua minyak dijual, lalu membeli kembali. namun saya lakukan seperti itu sekedar untuk menunjukkan adanya kesalahan perhitungan pak KKG. intinya adalah konsisten. :)

4 komentar:

Paris Turnip mengatakan...

hmmm, klo secara itung2an matematik emang kelihatan gampang, tpi kenyataannya banyak yg harus dipertimbangkan. tapi menurut saya, KKG tidak mungkin tidak tahu akan hal itu. mungkin beliau hanya ingin "memprovokasi" pembaca mengingat sudah sepuluh tahun menulis tentang hal ini, tetapi tidak digubris, sepeti yang ditulis di http://www.koraninternet.com/web/index.php?pilih=lihat&id=4565. Beliau mengambil titik ekstrim secara matematis menurut saya agar pembica berkomentar, berdialog sehingga akhirnya akan menimbulkan suatu pemahaman (baca : kesepakatan) di antara pembaca mengenai yang seharusnya dilakukan dan kenapa hal itu harus dilakukan.

"Tulisan ini baru awal dari sebuah perdebatan publik. Ayo, saya mohon dibantah. Wahai media televisi, selenggarakanlah debat publik tanpa batas waktu siapa yang benar dan siapa yang salah? Buat urusan perut rakyat yang termiskin yang notabene pemilik minyak, janganlah lebih mementingkan iklan – iklan."
as said by KKG @: http://www.koraninternet.com/web/index.php?pilih=lihat&id=4565

Anonim mengatakan...

hasilnya lapangan explorasi kan bukan hanya minyak, tetapi juga menghasilkan gas.

kira kira pada waktu sekarang ini harga gas gimana ya ? apakah pemerintah juga dapat keuntungan dari penjualan gas ? bisakah dibantu itung2annya dengan "subsidi" dari penjualan gas ?

Anonim mengatakan...

firstly,
saya setuju kalau KKG tidak mungkin melakukan kekeliruan akuntansi dasar seperti itu mengingat beliau juga menguasai akuntansi perusahaan dan akuntasi negara (APBN) baik secara akademik maupun dari pengalaman sebagai pengamat.

Nggak mungkin terjadi penghitungan ganda.
Yang lupa ANDA hitung adalah bagian yang dibayar rakyat.
Anda menghitung impor netto dengan mengurangkan kebutuhan dengan produksi.
Disini pendapatan pemerintah sebenarnya ada 2:
1.produksi = 70% dari lifting x harga jual pasar
2.kebutuhan = 100% x 60kiloliter x harga jual konsumen/rakyat

Pengeluaran pemerintah adalah:
1.kebutuhan = 100% x 60kiloliter x harga jual pasar

Selisihnya mana yang lebih besar, maka dengan mudah ditentukan apakah subsidi/defisit atau surplus.
(mengingat keterbatasan tempat, silahkan hitung sendiri, saya kira secara sekilas pun bisa terlihat mispersepsinya dimana).

Kedua, perhitungan anda dengan asumsi 120usd/barel dan IDR9100/USD sepertinya tidak ekuivalen dengan perhitungan KKG, karena setelah saya hitung balik dari angka lifting yang anda kutip, hasilnya hanya 326,23T bukan 412T.
Setelah dilihat2 lagi, ternyata tabel III yang dikutip mengalikan dengan 95USD/barel bukan 120USD/barel yang disebutkan diatasnya.

ketiga, memang variabel biaya penyulingan, efisiensi hasil, dst.. beragam. Oleh karena itu digunakan perhitungan hulu yaitu selisih bahan baku (minyak mentah) per barel atau per kilo loter.


Kindly reply to :
intvglm@yahoo.com

M. Rizal mengatakan...

@ Yogi : wealah mas, aku nulisnya udah lama banget e... sebentar yo.. tak pelajari dulu..

aku wes lupa je... hehe..

tulisan ini kan paling gak nggenah dibandingkan tulisan2 yang laen.. hehe..

sek sek yo.. mengko Insyaallah tak respon nggih...

-rizal-