Kamis, 08 Mei 2008

Kenaikan harga minyak? mau gak mau harus mau

hari ini cuma ada 1 kuliah, tapi benar-benar kelas yang menarik. judul kelasnya adalah : Bank dan Lembaga Keuangan. dari judulnya aja udah ketauan ni kelas bakalan sangat menarik, pembahasannya bakalan so-today. dan setelah menjalani hampir satu semester, iya aja. this is one of my best class on this semester.

belum lagi dosennya yang emang eloquent. kenapa eloquent? karena emang sebenernya selama hampir satu semester ini materi yang diajarkan hampir2 sama, tapi selalu ada penekanan2 baru dalam menyampaikan, sehingga selalu terasa fresh. emang jago ni bapak, denger2 dari jaman mahasiswa dia sudah aktif di EQ. ampe sekarang masih sering nulis di kompas.

yang bikin kelas ini lebih menarik, adalah kemampuan si bapak untuk memberikan insight dan data-data terkini mengenai kondisi ekonomi. secara dia Chief Economist BNI kali ya, jadi dia hapal betul angka-angka penting ekonomi. sakti bener ni bapak.

pagi ini, sebenernya pembahasan masih kira2 sama dengan pembahasan minggu2 kemarin.
kita membicarakan tentang APBN, naiknya harga minyak dunia, dan teman2nya. tapi kali ini lebih "nendang" karena baru saja kita dengar rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM dalam beberapa waktu ke depan. rumor yang beredar harga premium akan naik menjadi Rp.6000 dari sebelumnya Rp.4500

kalau saya berbicara sebagai kebanyakan masyarakat, rasa-rasanya hal ini akan semakin memperberat saja beban hidup masyarakat. sudahlah apa-apa mahal, apa-apa susah didapat, minyak mau naik pula. apalagi, kalo harga minyak naik, pasti kan harga-harga lainnya bakalan naik, karena minyak digunakan didalam proses produksi sebagian besar produk maupun jasa.

tapi sebagai mahasiswa ekonomi (lebih tepatnya mahasiswa akuntansi), saya berpendapat mau tidak mau memang kita harus meningkatkan harga minya di pasaran indonesia. kita tahu sekarang harga minyak mencapai $120 per barrel, dan diperkirakan akan terus meningkat. Ahmadinejad mengatakan harga yang wajar adalah sekitar $170. Goldman Sach bahkan memperkirakan harga akan lebih parah, yaitu mencapai $200.

kenaikan harga tersebut, terlepas dari perdebatan asal muasal kenaikan harga yang cenderung dipengaruhi oleh faktor spekulan atau fundamental, jelas sangat mempengaruhi keadaan perekonomian bangsa ini. bagaimana tidak, jumlah subsidi yang harus ditanggung oleh negara akan menjadi sangat besar. masalahnya adalah kita memproduksi minyak lebih sedikit dari jumlah minyak yang kita konsumsi. akibatnya biaya subsidi menjadi besar, sangat besar, sangat-sangat-sangat besar bahkan.

pemerintah sebagai pengurus negara memang sebenarnya wajar dan bahkan harus untuk melayani rakyatnya dengan berbagai macam subsidi. tetapi rasa-rasanya apabila beban pemerintah untuk menanggung beban subsidi itu terlalu besar, saya tidak setuju juga.

Bayangkan, dengan APBN yang “hanya” sekitar 900an trilyun, pemerintah harus men-subsidi sekitar 300an Trilyun dengan asumsi harga minyak dunia $115. Bayangkan apa yang terjadi apabila kata-kata Ahmadinejad terbukti, atau lebih parah, ramalan Goldman Sachs terjadi.

Padahal dengan APBN yang relatif hampir sama, pada tahun-tahun sebelum harga minyak naik saja tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat secara umum. Apalagi jika dengan harga minyak naik, lalu subsidi naik, lalu anggaran untuk sektor lainnya juga terganggu. Mau jadi apa bangsa ini? Memangnya yang diurusi bangsa ini cuma minyak? Kan masih ada sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll. Sektor2 tersebut membutuhkan dana untuk dapat berkembang, dan kalau subsidi tidak dicabut, bisa jadi sektor sektor tersebut tidakberkembang.

Oleh karena itu, dengan berat hati saya menyatakan setuju atas kenaikan harga BBM yang diusulkan pemerintah. Saya sadar uang bulanan yang selalu dikirimkan ibu dari medan akan semakin berkurang nilainya secara riil. Saya sadar bahwa mungkin saya tidak akan dapat menikmati makan enak dengan selembar uang 5ribu rupiah. Tapi saya juga sadar ada kepentingan bangsa yang lebih besar yang harus saya perhatikan. (halah)

Terpaksa sih, gak rela sih, tapi mau gimana lagi?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mas ingat kalau harga nasi telur di Burjo naik jadi 4.000, ntar anak kos mau makan apa? Hiks, hiks, BBM naik, makanan mahal, kos juga naik, fotokopi naik, tapiiiiii uang kos tetep, gimana kita mau hidup Mas? Ah gak apa Tenaaaaang ada Rizal.........

anatasya mengatakan...

aq sempet nanyain hal ini ke pak revrisond, trs kita jadi maen matematika gt de di kelas sambil liat APBN,,dan ternyata sebenarnya penerimaan dari sektor migas tu masi menutupi pengeluaran buat subsidi

intinya,APBN yang dialokasikan untuk minyak, kalo dari sisi pengeluaran naik,,bukannya dari sisi penerimaan juga bakal naik?

kasian rakyat kecil
semua murah aj, banyak yg busung lapar,,banyak yg g bs sekolah
mau jadi apa bangsa ini kalo generasi mudanya g bs mengenyam pendidikan?
enak aja jusuf kalla bilang yg nentang kenaikan BBM itu membela orang kaya
dia ngga mikir efek dominonya apa?

so?
apa ngga ada alternatif laen?
just curious,,,,,
hehehehe